 
                                        
                    Katingan - Di Kecamatan Katingan Hulu, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, berdiri sebuah sekolah negeri yang jauh dari pusat kota namun kaya semangat perubahan: SMAN 1 Katingan Hulu. Sekolah ini menampung 347 murid dengan hanya 19 guru, di wilayah yang akses jalannya rusak, bergelombang, dan terkadang hanya bisa dilalui dengan kelotok ketika hujan mengguyur tanah perbukitan.
Di tengah keterbatasan akses jalan, akses pangan, dan minimnya sumber belajar, kepala sekolah Dina Fahdiani, menghadirkan gerakan baru: Ketahanan Pangan Sekolah berbasis pembelajaran mendalam. Program ini lahir dari keprihatinan terhadap kondisi sosial masyarakat sekitar, di mana sebagian besar warganya bekerja sebagai pendulang emas ilegal. Aktivitas tersebut dianggap cepat menghasilkan uang, tetapi membentuk pola pikir instan pada anak-anak yang tumbuh tanpa mengenal cangkul, bibit, atau proses menanam.
“Anak-anak harus belajar dari tanahnya sendiri. Dari menanam, mereka bisa belajar sabar, bekerja sama, dan mandiri,” ujar Dina, Jum'at (3/10/2025).
Falsafah Huma Betang yang mengajarkan kebersamaan, gotong royong dan saling menghargai kami terapkan dalam menjalankan program ini. Dengan memanfaatkan lahan, murid dan guru mulai menanam sayuran cepat panen seperti kangkung, bayam, dan sawi. Mereka juga mengembangkan hidroponik sederhana dan membuat pupuk kompos dari dedaunan. Pembelajaran dikaitkan dengan berbagai mata pelajaran: biologi, matematika, bahasa Indonesia, seni budaya, hingga prakarya. Anak-anak bekerja dalam kelompok, mendokumentasikan kegiatan mereka, dan membagikannya melalui media sosial sekolah.
Meski menghadapi keterbatasan sarana dan kompetensi guru, sekolah menjawab tantangan dengan kolaborasi. Guru membentuk komunitas belajar dua mingguan, bekerja sama dengan penyuluh pertanian, orang tua murid, dan alumni. Murid pun mulai melihat bahwa hasil kerja keras bisa melampaui keinginan instan.
Kini, sebagian hasil panen dimanfaatkan untuk kebutuhan sekolah dan dijual kembali secara terbatas. Lebih dari itu, program ini menumbuhkan karakter murid. Sekitar 75 persen siswa menunjukkan perkembangan positif dalam penalaran kritis, kreativitas, kolaborasi, dan kemandirian. Mereka belajar mengambil keputusan, menyelesaikan masalah, dan menyampaikan ide berdasarkan pengamatan langsung.
Bagi murid, panen pertama menjadi momen berkesan. Mereka merasakan kebanggaan saat foto dan video kegiatan mereka mendapat apresiasi dari publik.
 “Kalau diposting dan dilihat orang banyak, kami jadi semangat melanjutkan,” kata salah satu siswa.
Program ini tidak berhenti pada hasil kebun. Sekolah mulai merancang pengembangan lanjutan, seperti membuat produk turunan, menjalin kemitraan lokal, dan memperluas kebun dengan melibatkan warga sekitar. Praktik ini juga menjadi model pembelajaran lintas disiplin dan lintas generasi.
Di pedalaman yang selama ini dikenal dengan aktivitas tambang emas, SMAN 1 Katingan Hulu menanam babak baru pendidikan: menumbuhkan kesadaran, membangun karakter, dan memanen harapan. Lewat kebun sederhana di halaman sekolah, murid belajar bahwa masa depan tidak selalu dicari dari sungai, tetapi bisa ditanam, dirawat, dan dipanen bersama.(Rzn/Foto : SMAN 1 Katingan Hulu)
