Tangerang – Wakil Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) H. Edy Pratowo tampil memukau saat diminta berbagi praktik baik terkait kesuksesan digitalisasi pembelajaran di Kalteng pada Rapat Koordinasi (Rakor) Kepala Daerah dalam Revitalisasi Satuan Pendidikan dan Digitalisasi Pembelajaran Tahun 2026.

‎Hadir mewakili Guernur Kalteng H. Agustiar Sabran, Wagub H. Edy Pratowo didampingi Plt. Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kalteng Muhammad Reza Prabowo. Rakor yang mengusung tema “Sinergi Mewujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua” tersebut digelar oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) di Hall 3 ICE BSD City, Tangerang, Kamis (13/11/2025).


‎Pada suatu sesi, Wagub H. Edy Pratowo secara khusus diminta naik ke panggung untuk memaparkan praktik baik di hadapan sejumlah pejabat penting, di antaranya Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti, Wakil Menteri Fajar Riza Ul Haq, Kepala Staf Kepresidenan Muhammad Qodari, serta Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian. Paparan tersebut juga disimak langsung oleh para gubernur dan bupati/wali kota dari berbagai daerah di Indonesia.

Dalam paparannya, Wagub H. Edy Pratowo dengan rendah hati menyatakan bahwa apa yang dilakukan Kalteng sejatinya sejalan dengan semangat banyak daerah lain, namun ia ingin berbagi cara dan pengalaman Kalteng dalam menjawab tantangan unik wilayahnya. “Mungkin apa yang kami sampaikan ini sama halnya dengan apa yang dilakukan Bapak Ibu semua. Kami hanya ingin berbagi pengalaman tentang upaya kita di dalam melaksanakan revitalisasi khusus untuk pendidikan dan digitalisasi tahun ajaran 2026,” ujarnya.
‎Wagub kemudian menggambarkan secara konkret tantangan geografis Kalteng. Sebagai provinsi terluas di Indonesia dengan luas sekitar 153.000 km², atau 1,5 kali Pulau Jawa, Kalteng hanya dihuni sekitar 2,8 juta jiwa. Untuk mencapai salah satu kabupaten yang berada di ujung dan berbatasan langsung dengan Kalimantan Barat, perjalanan dari ibu kota provinsi bisa memakan waktu hingga 12 jam. Kondisi ini menjadi salah satu latar belakang mengapa digitalisasi pembelajaran di Kalteng didesain bukan sekadar proyek teknologi, melainkan jawaban atas keterbatasan akses.
‎Ia menjelaskan, struktur geografis Kalteng juga berbeda dari Pulau Jawa maupun Sumatera. Wilayahnya banyak berupa lahan datar, rawa, dan gambut, dengan desa-desa yang tersebar di hulu sungai-sungai besar seperti Sungai Kapuas, Kahayan, dan Mentaya. Banyak masyarakat bermukim di pedalaman dengan akses yang sangat bergantung pada kecepatan dan moda transportasi air. “Jadi untuk menjangkau itu, tentu tidak semua wilayah desa ini terjangkau oleh internet,” kata Wagub

Menghadapi kenyataan tersebut, Gubernur H. Agustiar Sabran dan jajaran Pemprov Kalteng memilih strategi pembangunan pendidikan yang dimulai dari desa. Desa diposisikan sebagai ujung tombak. Melalui kebijakan pendidikan, Pemprov Kalteng mendorong kolaborasi erat dengan Kemendikdasmen agar revitalisasi dan digitalisasi pendidikan tidak berhenti di tataran konsep, tetapi berjalan nyata di tingkat sekolah.
‎Di bidang sarana pembelajaran digital, Wagub memaparkan bahwa sejak 2024 Pemprov Kalteng sudah mulai menyiapkan perangkat interaktif digital. “Di Kalimantan Tengah tercatat sebanyak lebih kurang 1.984 unit di tahun 2024, kemudian di tahun 2025 ini ada 3.147 unit papan tulis interaktif yang sudah kami lakukan dan ini sudah 100 persen, di samping juga dari Kementerian Mendikdasmen juga membantu,” jelasnya. Papan tulis interaktif ini tersebar di satuan pendidikan, khususnya SMA, SMK, dan SKh, sebagai tulang punggung pelaksanaan pembelajaran digital dan hybrid.
‎Wagub juga memaparkan bahwa revitalisasi fisik dan pembelajaran dilakukan serentak di sekolah-sekolah jenjang SMA, SMK, dan SKh. Namun, ia menegaskan bahwa keberhasilan digitalisasi pembelajaran di Kalteng tidak bisa dilepaskan dari kemampuan menjangkau daerah yang belum terlayani internet. Untuk itu, digitalisasi pembelajaran didukung dengan penyediaan panel surya dan koneksi Starlink di titik-titik yang sulit akses listrik dan jaringan. “Ini sudah dilakukan 100 persen di wilayah provinsi Kalimantan Tengah,” tegasnya, menggambarkan keseriusan Pemprov menghadirkan pemerataan akses digital.


Tak berhenti pada infrastruktur, Pemprov Kalteng juga membangun sistem pemantauan dan evaluasi yang terintegrasi melalui aplikasi PENA KALTENG. Aplikasi ini memuat data keberadaan dan kondisi sekolah-sekolah yang menjadi kewenangan provinsi, yakni SMA, SMK, dan SKh. Melalui PENA KALTENG, pemerintah dapat memantau profil satuan pendidikan hingga ke level sekolah, sekaligus membuka ruang saran dan masukan dari berbagai kalangan sebagai bahan evaluasi dan monitoring. Dengan demikian, revitalisasi dan digitalisasi tidak hanya tampak pada angka, tetapi dapat ditelusuri dampaknya melalui data.
‎Dalam aspek layanan kepada siswa, Wagub menekankan bahwa Pemprov Kalteng menjamin tidak ada penahanan ijazah bagi lulusan. Sebaliknya, siswa justru diperkaya dengan tiga sertifikat kompetensi tambahan, yaitu sertifikat kompetensi analisis data, penguasaan Microsoft, dan digital marketing. “Kenapa kami lakukan, ini supaya anak-anak kita yang lulus sekolah tidak hanya mendapatkan ijazah tetapi juga harus siap kuliah atau siap bekerja,” jelasnya. Upaya ini sekaligus menjadi bagian dari strategi mencegah fenomena lulusan di pedalaman yang menikah dini atau tidak melanjutkan pendidikan, serta sebagai kontribusi tidak langsung dalam menekan angka stunting melalui peningkatan kualitas SDM.

Dari sisi proses pembelajaran, Wagub menggambarkan bahwa jam belajar di Kalteng biasanya berlangsung hingga pukul 15.00 WIB. Di sela-sela waktu itu, siswa mendapatkan tambahan pembelajaran bahasa asing. Ada lima bahasa yang diperkuat, yaitu Bahasa Inggris, Jepang, Jerman, Arab, dan Perancis. “Jadi anak-anak kita ini kita siapkan dengan penambahan pembelajaran bahasa. Kenapa demikian, kami menyadari betul bahwa SDA Kalimantan Tengah itu melimpah ruah, tetapi kalau ini tidak dibekali dengan SDM unggul dan berdaya saing melalui pendidikan yang bermutu, maka semuanya tidak bisa kita lakukan secara maksimal,” paparnya.
‎Ia menegaskan, kekayaan sumber daya alam (SDA) Kalteng harus berjalan seiring dengan penguatan sumber daya manusia (SDM). Karena itu, Kalteng menempatkan pendidikan, revitalisasi satuan pendidikan, dan digitalisasi pembelajaran sebagai instrumen kunci untuk menciptakan generasi yang siap bersaing di level nasional maupun global. Pemerintah provinsi berharap, dukungan anggaran dan kolaborasi antara pemerintah pusat melalui kementerian terkait dan pemerintah provinsi dapat terus berjalan seiring sejalan.
‎“Harapannya di masa-masa datang, anak-anak dari Kalimantan Tengah siap untuk menyongsong masa depan yang lebih baik,” tutup Wagub Edy Pratowo dalam paparannya, yang disambut apresiasi para peserta rakor atas keberanian Kalteng menjawab tantangan geografis dengan solusi konkret digitalisasi dan penguatan mutu pendidikan dari desa hingga kota.

Sementara itu, Mendikdasmen Abdul Mu’ti dalam arahannya menyampaikan bahwa rakor ini digelar untuk menyelaraskan persepsi dan memperkuat koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. “Rakor ini menjadi wadah bagi kepala daerah untuk memberikan masukan agar program berjalan sebaik-baiknya. Dukungan kepala daerah adalah kunci sukses implementasi di lapangan,” jelasnya. 
‎Ia menegaskan bahwa program revitalisasi dan digitalisasi pembelajaran 2026 tidak hanya menyentuh aspek fisik sekolah, tetapi juga menyasar kualitas pembelajaran, pemerataan akses digital, serta penguatan kompetensi tenaga pendidik di seluruh Indonesia. Apa yang ditunjukkan Kalteng melalui Kelas Digital Huma Betang, distribusi TV interaktif, papan tulis digital, hingga pemanfaatan jaringan internet di wilayah sulit, dinilai selaras dengan arah kebijakan nasional.
‎Di akhir sesi, banyak peserta rakor yang memberikan apresiasi dan menjadikan pengalaman Kalteng sebagai referensi dalam menata roadmap digitalisasi pembelajaran di daerah masing-masing. Kalteng dinilai berhasil menunjukkan bahwa dengan komitmen pimpinan daerah, sinergi lintas sektor, dan keberanian berinovasi, digitalisasi pembelajaran bukan lagi sekadar wacana, melainkan sudah menjadi praktik nyata yang dirasakan langsung oleh guru dan siswa dari kota hingga pelosok.
‎(Rzn/Foto: Media Disdik)